Pengadilan Negeri Bireuen berdiri sejak adanya Kewedanan Bireuen yaitu berdasarkan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van Nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling (Kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Salah satunya adalah Afdeeling Noord Kust Van Aceh (Kabupaten Aceh Utara) yang dibagi dalam tiga Onder Afdeeling (Kewedanan). yaitu Onder Afdeeling Bireuen (kini Kabupaten Bireuen), Onder Afdeeling Lhokseumawe (kini Kota Lhokseumawe), dan Onder Afdeeling Lhoksukon (kini Aceh Utara). Kewedanan dikepalai oleh seorang Controuleur (Wedana). Pada waktu itu Pengadilan Negeri bernama Musapat (Pengadilan Orang Pribumi) yang dikepalai sendiri oleh Controleur, dengan anggotanya terdiri dari Zelbestuurder yang juga sebagai Kepala Daerah Swapraja, dengan dibantu oleh seorang ulama sebagai penasehat dan seorang Griffrer yang sekarang disebut Panitera. Pada zaman pendudukan Jepang, Musapat berubah nama menjadi Tihoo Hooin, setelah kemerdekaan berubah nama menjadi Pengadilan Negeri.
Gedung Pengadilan Negeri Bireuen terletak di Jalan Raya Banda Aceh Medan (Jalur Lintas Sumatera) 2 (dua) Kilometer sebelah Timur Kota Bireuen. Gedung Pengadilan Negeri tersebut dibangun di atas tanah milik Departemen Kehakiman pada tahun 1982, Berdasarkan Surat Pengesahan Proyek Tahun Anggaran 1980/1981 tanggal 12 Maret 1980, Nomor : 06/XIII/3/1980.
Ruangan Gedung Pengadilan Negeri Bireuen dibangun dengan fungsi masing-masing sesuai kebutuhan Pengadilan. Sedangkan gedung Pengadilan Negeri Bireuen lama yang terletak di Jln. Pengadilan No. 1 Bireuen yang dibangun pada tahun 1958 adalah asset Departemen Kehakiman dalam tanggungjawab Pengadilan Negeri Bireuen.
Secara geografis Kabupaten Bireuen terletak diantara 04° 54' 00” - 05° 21' 00” LU dan 96° 20' 00” - 97° 21' 00” BT yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 12 Oktober 1999 (berdasarkan Undang-undang No. 48 Tahun 1999). Luas wilayah Kabupaten Bireun adalah 1.796,32 Km² (179.632 Ha), dengan ketinggian 0 - 2.637 mdpl (meter di atas permukaan laut). Kabupaten Bireuen terbagi dalam 17 Kecamatan, dimana Kecamatan Peudada merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah 312,84 km2 atau sebesar 17,42 persen dari luas Kabupaten Bireuen. Sedangkan Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Kota Juang dengan luas hanya 16,91 km².
Kabupaten Bireuen memiliki 17 Kecamatan dan 609 Gampong dengan Kode Pos 24251-24357 (dari total 289 Kecamatan dan 6.497 Gampong di seluruh Aceh). Pada tahun 2010, jumlah penduduk di wilayah ini adalah 389.024 (dari penduduk seluruh provinsi Aceh yang berjumlah 4.486.570) yang terdiri atas 191.006 pria dan 198.018 wanita (rasio 96,46), dengan luas daerah 1.796,31 km² (dibanding luas seluruh provinsi Aceh 56.770,81 km²), tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini adalah 243 jiwa/km² (dibanding kepadatan provinsi 78 jiwa/km²).
Kabupaten Bireuen merupakan wilayah yang sangat strategis dikarenakan daerah transit dari 5 (lima) Kabupaten yang terdiri dari Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Pidie Jaya. Letaknya yang strategis tersebut berdampak pada kemajuan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya gedung mewah berasitektur islam, tempat rekreasi, pusat perberlanjaan (Mall Suzuya Bireuen), pusat jajanan sport center, serta didukung pula sarana dan prasarana pendidikan khususnya perguruan tinggi yang terdiri dari Universitas Al Muslim di Kecamatan Peusangan, Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) di Kecamatan Jeumpa, dan Sekolah Tinggi Agama Islam Budi Mesra di Kecamatan Samalanga, dan Universitas Terbuka di Kota Juang.
Pada Kabupaten Bireuen juga terdapat Mahkamah Syariah Bireuen Kelas I B, Kejaksaan Negeri Bireuen tipe B, dan Lapas(Lembaga Pemasyarakatan) Bireuen kelas II B yang saling bekerjasama untuk menciptakan penegakan hukum yang berkualitas dan berintegritas.
Kabupaten Bireuen beribukotakan di Bireuen yang dikerap disapa dengan Kota Juang (Perjuangan). Kabupaten ini menjadi wilayah otonom sejak 12 Oktober Tahun 1999 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Kabupaten ini terkenal dengan julukan Kota Juang-nya, hal tersebut dikarenakan Bireuen merupakan pusat basis militer pada saat itu. Tentu saja sebutan Kota Juang tersebut tidak terlepas dari jasa Bireuen dalam perjuangan pergerakan kebangsaan Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.
Kabupaten Bireuen termasuk salah satu dari sekian banyak wilayah (Kabupaten/Kota) yang sangat bersejarah bagi bangsa. Hal tersebut jarang diketahui umum, padahal dikuatkan dengan pernah ditetapkannya Bireuen sebagai ibukota Republik Indonesia ke-2 pada tanggal 18 Juni 1948 yakni tepat pada saat Agresi Militer Belanda II (1947-1948). Akibatnya, PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) yang semula menetap di Kota Bukittinggi berpindah lokasi ke Kabupaten Bireuen (a.k.a. Kota Juang). Pemerintahan darurat merupakan cikal bakal eksistensi Republik Indonesia dimata dunia mutlak tidak boleh dilupakan dan harus diapresiasikan dalam bentuk tertentu dalam peningkatannya.